Sebelum kuliah di IPB jurusan Biologi, saya sebenarnya tidak tahu apa yang membuat jamur itu spesial. Di benak saya, jamur hanyalah organisme berbentuk seperti payung dengan totol putih (seperti "🍄"), yang digunakan untuk menambah energi pada game Super Mario Bros. Baru ketika saya memutuskan mendalami mikologi (cabang ilmu yang mempelajari jamur) sekitar tahun 2017, saya mulai menyadari bahwa dunia jamur jauh lebih luas dan beragam dari apa yang saya bayangkan.
Jamur adalah makhluk hidup yang sering terabaikan. Mereka muncul tiba-tiba, lalu menghilang sebelum sempat diperhatikan. Berbeda dengan tumbuhan, jamur tidak melakukan fotosintesis. Sebagian besar hidupnya justru berlangsung di bawah tanah atau di dalam inangnya, membentuk jaringan halus berwarna putih yang disebut miselium. Bagian “payung” yang kita lihat hanyalah struktur reproduksinya, ibarat buah dari pohon yang tersembunyi di dalam tanah. Kehidupannya yang unik ini memiliki pesona memikat yang membuat saya memutuskan untuk terjun dalam dunianya.
Untuk sebagian orang, jamur mungkin dianggap sebagai makhluk yang misterius. Kesan misterius itu sebenarnya muncul karena kita jarang memperhatikannya. Padahal, jamur bisa ditemukan hampir di mana saja, baik di kebun, di hutan, di batang kayu lapuk, bahkan di dinding rumah yang lembap. Yang sulit bukan menemukan jamur, tetapi menyadari bahwa yang kita lihat memang jamur.
Secara biologi, jamur memiliki kedudukan tersendiri dalam Kingdom Fungi. Dalam bahasa Indonesia, kata “jamur” sering dipakai untuk menyebut seluruh anggota fungi, yang mencakup secara luas baik jamur yang berbentuk payung hingga "jamur" di kulit manusia. Padahal penyebutan tersebut kurang tepat. Dalam bahasa Inggris, fungi secara umum dibagi berdasarkan bentuknya menjadi tiga kelompok: khamir (yeast), kapang (mold), dan jamur makro (mushroom).
Anggota paling sederhana dari Fungi adalah khamir atau yeast. Jika kamu pernah membuat donat dan menambahkan ragi (biasanya merk Ferm*pan) agar adonannya mengembang, berarti kamu sudah menggunakan fungi jenis khamir. Namun yang perlu kamu ketahui adalah butiran coklat pada kemasan Ferm*pan atau ragi instan lain bukanlah satu sel tunggal, melainkan butiran starter culture yang berisi jutaan sel ragi yang dikeringkan dan dilapisi bahan pelindung agar tetap aktif saat disimpan. Jadi ketika kita membuka bungkus ragi instan, sebenarnya kita sedang memegang “koloni tertidur” yang akan hidup kembali saat bertemu air hangat dan gula.
Kemampuan ragi sangat luar biasa. Jika sudah “aktif” ragi akan segera mengolah gula dan akan menghasilkan gas karbondioksida (CO₂) serta sedikit alkohol melalui proses yang dikenal sebagai fermentasi. Gas CO₂ inilah yang terperangkap di dalam jaringan gluten pada adonan, membentuk gelembung-gelembung kecil yang membuat roti mengembang. Selama proses pemanggangan, ragi akan mati karena suhu tinggi, tetapi gas yang dihasilkannya saat fermentasi meninggalkan rongga-rongga yang membuat roti menjadi berpori dan lembut.
Selain khamir, kelompok fungi lain yang sering kita temui adalah kapang atau mold. Bentuknya berupa benang-benang halus yang biasanya ditemukan pada roti basi, buah yang terlalu lama disimpan, atau sisa makanan di kulkas, yang biasanya kita sebut "jamuran". Sebenarnya kebanyakan kapang/mold memiliki warna "benang" (miselia) berwarna transparan, namun benang ini memiliki kemampuan memproduksi spora yang berwarna, sehingga kita sering melihat buah yang jamuran berwarna hijau seperti gambar dibawah. Warna itu adalah indikasi bahwa kapang sudah menkolonisasi bagian dalam dari buah tersebut yang akhirnya menghasilkan spora yang siap disebarkan seperti benih. Jadi jika kamu menemukan warna hijau seperti serbuk di buah ataupun roti, kamu tidak boleh lagi memakannya.
to be continued